Bell’s Palsy adalah kelainan idiopatik pada saraf fasialis (saraf kranial VII) yang menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah satu sisi. Kondisi ini terjadi secara mendadak dan paling sering bersifat sementara.
Penyebab pastinya belum diketahui, namun dugaan utama meliputi reaktivasi virus (khususnya virus Herpes Simpleks), inflamasi, atau faktor anatomis yang memicu edema di dalam kanal saraf wajah.
Studi terbaru menunjukkan cedera pada selubung mielin saraf (myelin) sebagai penyebab utama Bell’s Palsy. Insidensinya sekitar 20–30 kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan risiko seumur hidup kira-kira 1:60.
Kebanyakan kasus (sekitar 70%) sembuh total secara spontan dalam hitungan minggu hingga bulan tanpa pengobatan khusus. Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian Bell’s Palsy antara lain kehamilan, diabetes, hipertensi, obesitas, dan riwayat infeksi virus tertentu.
Pada tahap awal, pasien Bell’s Palsy mengalami gejala kelemahan otot wajah yang muncul cepat. Beberapa keluhan khas termasuk asimetri wajah (setengah wajah terlihat turun), kesulitan menutup mata atau tersenyum pada sisi yang lumpuh, serta perubahan fungsi indra perasa dan air mata.
Gejala puncak biasanya tercapai dalam 48 jam sejak timbulnya kelumpuhan. Meskipun belum ada pengobatan yang menyembuhkan secara instan, terapi steroid dan antivirus dini dapat mempercepat pemulihan. Selain itu, beberapa pasien juga tertarik menjalani stimulasi elektrik pada otot wajah – terapi listrik Bell’s Palsy – sebagai bagian dari rehabilitasi otot.
Saraf fasialis (kranial VII) menginervasi semua otot ekspresi wajah. Beberapa otot penting tersebut meliputi:
Ketika saraf fasialis terganggu pada Bell’s Palsy, semua otot-otot ekspresi di satu sisi wajah akan lemah atau lumpuh. Akibatnya, pasien mengalami:
Dalam praktik sehari-hari, dokter akan memeriksa kekuatan otot wajah secara menyeluruh (mengangkat alis, menutup mata, tersenyum) untuk menegakkan diagnosis. Gejala umumnya meliputi kelemahan otot wajah lengkap pada satu sisi, termasuk kehilangan garisan senyum dan kerutan dahi.
Gangguan fungsi ini mengganggu aktivitas sehari-hari, misalnya makan dan minum menjadi sulit karena mulut miring, mata yang tidak menutup menyebabkan mata kering, dan bicara kurang jelas karena otot pipi lemah.
Terapi listrik adalah metode rehabilitasi yang menggunakan impuls listrik untuk mengaktifkan otot-otot yang terdenervasi (kehilangan sambungan saraf) akibat Bell’s Palsy. Melalui elektroda di kulit, arus listrik merangsang kontraksi otot sehingga menjaga otot tetap aktif meski saraf wajah belum sepenuhnya pulih.
Tujuan utama terapi listrik adalah mencegah atrofi (pengecilan) otot wajah, mempertahankan tonus dan elastisitas otot, serta membantu proses pemulihan fungsi secara keseluruhan.
Studi terkini memberikan gambaran bahwa stimulasi listrik dapat mempercepat pemulihan fungsi tanpa menimbulkan efek samping serius. Misalnya, sebuah uji klinis terkendali (2023) menemukan pasien Bell’s Palsy yang menerima stimulasi listrik selektif pulih dua kali lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol (rata-rata 2,5 minggu vs. 5,2 minggu).
Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan dalam terjadi sinkinesis (gerakan tak terkontrol) antara kedua kelompok, menunjukkan terapi tersebut tidak memperburuk komplikasi. Hal ini mendukung bahwa terapi listrik Bell’s Palsy dapat efektif mempercepat pemulihan otot wajah tanpa meningkatkan risiko efek samping.
Penelitian review juga menunjukkan manfaat potensial stimulasi listrik di fase awal Bell’s Palsy. Data menunjukkan bahwa stimulasi otot denervasi dapat mempertahankan massa otot dan fungsi spesifik otot wajah, serta tidak menghambat regenerasi saraf.
Artinya, meski saraf belum sepenuhnya pulih, otot-otot yang distimulasi dapat tetap aktif dan berfungsi lebih baik saat saraf kembali menghubungkan. Terdapat juga inovasi alat wearable yang khusus menstimulasi otot orbicularis oculi untuk membantu menutup kelopak mata secara otomatis. Penelitian awal menemukan bahwa perangkat ini signifikan memperbaiki penutupan mata, sehingga kornea terlindung dari kekeringan.
Namun demikian, belum ada konsensus baku tentang penggunaan rutin terapi listrik untuk semua kasus. Beberapa tinjauan sistematis menyatakan bahwa bukti jangka panjangnya masih terbatas; pemulihan penuh jangka akhir mungkin tidak jauh berbeda antara yang mendapat terapi fisik dan yang tidak. Walau demikian, terapi latihan wajah umumnya disarankan untuk membantu mempercepat perbaikan awal fungsi dan mengurangi kemungkinan sisa-gejala.
Terapi fisik komprehensif—termasuk latihan wajah, biofeedback, dan stimulasi listrik—sering dijalankan untuk menjaga otot tetap aktif. Meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa fisioterapi (yang mencakup latihan dan stimulasi) bisa meningkatkan kemungkinan pemulihan (mengurangi risiko tidak pulih) dan menaikkan skor fungsi wajah pada Bell’s Palsy.
Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.
Klinik Flex-Free Jakarta Utara
Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421Klinik Flex-Free Bandung
Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806Klinik Flex-Free Jakarta Selatan
The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561