Terapi olahraga adalah peresepan kontraksi otot dan pergerakan tubuh yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi badaniah keseluruhan seseorang dan membantu kapasitas aktivitas harian orang tersebut.
Terapi olahraga dibagi menjadi beberapa jenis dengan tujuan spesifik yang berbeda-beda pula, tergantung dari kebutuhan masing-masing individu.
Olahraga sendiri memiliki efek pada sistem-sistem organ, yang bertujuan meningkatkan satu atau lebih aspek, yaitu meningkatkan atau mempertahankan ruang lingkup gerak sendi, kekuatan, ketahanan kardiovaskular, koordinasi dan kontrol, serta menciptakan relaksasi.
Pada artikel ini, akan dibahas dua macam terapi olahraga, yaitu fleksibilitas dan peregangan, yang sering dianggap serupa, tetapi tak sama.
Secara umum, efek terapi olahraga dengan gerakan ritmis adalah peningkatan aliran darah ke otot karena meningkatnya kebutuhan oksigen otot.
Hal ini disokong dengan meningkatnya denyut jantung sebagai pompa darah, peningkatan laju pernapasan untuk meningkatkan laju ambilan oksigen, serta penyesuaian hormon-hormon (insulin dan glukagon) untuk mempertahankan kadar gula darah yang berguna sebagai bahan bakar untuk penghasil energi bagi otot.
Apabila terapi olahraga ritmis dilakukan secara rutin dan berkesinambungan, denyut jantung, tekanan darah, serta kondisi-kondisi lain di atas akan mencapai suatu keadaan stabil (steady state).
Saat olahraga dihentikan, denyut jantung, tekanan darah, dan parameter lain ini akan berangsur-angsur kembali ke kondisi normal (resting state).
Terapi olahraga sendiri tidak boleh dimulai dan diakhiri secara mendadak, maka ada yang disebut sebagai pemanasan (warming-up) dan pendinginan (cooling-down).
Memulai olahraga secara mendadak akan dapat memengaruhi kerja jantung, yang dapat disertai pingsan. Penghentian olahraga secara tiba-tiba pun dapat mencetuskan tekanan darah yang terlalu rendah terlalu cepat, sehingga kadar oksigen darah ke otak akan turun cepat, yang juga dapat timbul sebagai pingsan.
Olahraga yang terlalu berat dan terlalu cepat pun dapat menimbulkan kelelahan dan nyeri otot, yang tentunya akan menunda sesi olahraga berikutnya, sehingga efek positif dari olahraga tidak dapat tercapai.
Nyeri pasca-olahraga pun harus dibedakan antara ‘nyeri baik’ dan ‘nyeri buruk’. Nyeri yang buruk sesudah olahraga biasa disebabkan oleh gerakan yang terlalu cepat atau beban yang terlalu berat, dan ditambah oleh kondisi tubuh yang belum beradaptasi terhadap aktivitas berat tersebut.
Nyeri yang buruk biasanya disertai gejala seperti sensasi menjalar, gejala jepitan saraf seperti kesemutan dan baal, sampai hilangnya fungsi otot yang nyeri seperti pada robekan tendon.
Dari berbagai macam dan rupa terapi olahraga, ada beberapa kelompokan yang dapat digunakan untuk mengkategorikan terapi olahraga yang biasa diresepkan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, yaitu mobilitas, kekuatan (strenghtening), ketahanan kardiovaskular, koordinasi motorik, kecepatan, dan relaksasi. Terapi fleksibilitas dan peregangan termasuk dalam terapi olahraga mobilitas.
Terapi olahraga fleksibilitas atau disebut juga terapi ruang lingkup gerak sendi atau range of motion (ROM) merupakan salah satu aktivitas fisik yang mempertahankan ruang lingkup gerak sendi di dalam rentang normalnya. Hal inilah yang membedakan terapi fleksibilitas dengan terapi peregangan.
Terapi olahraga fleksibilitas harus dilakukan perlahan dengan progresi yang berangsur-angsur sampai ruang lingkup gerak maksimal pasien tanpa menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman.
Terapi olahraga fleksibilitas harus diulang 3-5 kali per minggu, 1-2 kali per hari, dengan memanfaatkan planum anatomis (sesuai sumbu tubuh), planum kombinasi (gerakan diagonal), atau pola fungsional (gerakan yang sesuai dengan aktivitas sehari-hari pasien).
Terapi olahraga fleksibilitas dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat, seperti contoh di bawah ini:
Pada latihan ini, pasien tidak boleh mencondongkan tubuh atau berjinjit untuk mencapai anak tangga teratas sehingga hanya memanfaatkan ruang lingkup gerak bahu saja.
Terapi ini dapat diresepkan oleh dokter kepada pasien dengan kondisi-kondisi seperti kontraktur sendi dan dapat dilakukan sebelum olahraga yang lebih berat untuk mencegah cedera.
Perbedaan antara peregangan dengan fleksibilitas adalah, gerakan pada terapi olahraga peregangan melebihi ruang lingkup gerak sendi normal.
Terapi peregangan bertujuan untuk memanjangkan struktur yang memendek karena alasan patologis, sehingga ruang lingkup gerak yang terbatas karena kondisi patologis tersebut dipaksa untuk bergerak melebihi kemampuan maksimalnya.
Peregangan dapat dilakukan sendiri oleh pasien dengan memanfaatkan anggota gerak atau berat tubuh sendiri.
Sebelum dilakukan peregangan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan terapi olahraga ini seperti:
Sumber gambar: www.core-physio.org
Terdapat tiga cara untuk melakukan terapi olahraga peregangan, yaitu:
Peregangan harus dilakukan dengan amat perlahan agar tidak mencetuskan refleks regang dari otot dan membuat otot mengalami pemanjangan seiring waktu.
Peregangan dilakukan lima belas sampai tiga puluh detik, dan diulangi beberapa kali dalam satu sesi terapi.
Meskipun bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan menghindari cedera, peregangan yang tidak benar dan terburu-buru dapat menimbulkan masalah, dan tidak mustahil memperparah cedera dan semakin membatasi fungsi.
Ada beberapa hal tertentu juga yang harus diawasi saat seseorang menjalani atau melakukan terapi olahraga baik fleksibilitas maupun peregangan.
Terapi fleksibilitas dan peregangan tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit-penyakit penyerta seperti osteoporosis (pengeroposan tulang), hipermobilitas (seperti pada penyandang sindroma Ehler-Danlos), efusi, hematoma, atau peradangan akut sendi, patah tulang yang baru saja terjadi, keganasan tulang, tirah baring lama, dan pernah menjalani operasi penggantian bonggol sendi.
Maka dari itu, konsultasikan dengan dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi Anda sebelum menjalani terapi olahraga, baik fleksibilitas maupun peregangan.
Untuk keterangan dan informasi lebih lanjut, hubungi Klinik Flex-Free agar Anda bebas beraktivitas, bebas berkarya, dan bebas nyeri setiap hari.
*Gambar cover: health4u.msu.edu
Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.
Klinik Flex-Free Jakarta Utara
Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421Klinik Flex-Free Bandung
Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806Klinik Flex-Free Jakarta Selatan
The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561