Berlari merupakan olahraga yang amat dikenal di seluruh belahan dunia. Proses berlari sendiri bisa menjadi satu jenis olahraga, atau menjadi bagian dalam aktivitas olahraga lainnya, seperti bola basket dan sepak bola.
Berlari sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita, sehingga seringkali proses dan biomekanika dari berlari sendiri tampak mudah dan menjadi suatu kebiasaan.
Berlari, seperti berjalan, memiliki aspek biomekanika yang harus diperhatikan agar aktivitas ini dapat berjalan mulus dan bebas cedera, dan pada pelari, cedera yang mengintai adalah keseleo otot betis yang dapat menimbulkan nyeri betis bagian belakang, dan apabila keseleo tersebut menyebabkan robekan otot, disebut tennis leg.
Betis merupakan bagian dari alat gerak/tungkai bawah yang memiliki empat kompartemen (ruangan) yang berisi otot-otot penggerak kaki dan pergelangan kaki. Ruangan-ruangan ini adalah anterior (bagian depan) yang berfungsi untuk menekuk telapak kaki ke atas, menekuk jari-jari kaki ke atas, dan menggerakkan kaki ke luar atau dalam.
Kompartemen lateral (tepi luar) berfungsi menggerakkan kaki ke luar dan sedikit membantu menekuk kaki ke bawah. Kompartemen posterior (belakang) terdiri dari dua lapis, yaitu bagian superfisial (luar) dan profundus (dalam) yang bersama-sama berfungsi menekuk kaki ke bawah, pergerakan jari-jari kaki, dan gerakan memutar dari pergelangan kaki.
Otot-otot pada kompartemen superfisial betis belakang adalah otot gastrocnemius, otot soleus, dan otot plantaris, yang ujung-ujung urat tendonnya menyatu menjadi tendo Achilles atau tendon tumit.
Otot gastrocnemius sendiri adalah otot yang paling sering mengalami cedera, dikarenakan otot ini berlekatan pada dua sendi (lutut dan tumit), serta rentan terhadap gerakan ‘menarik’ saat pergelangan kaki ditekuk ke atas dan lutut menegang.
Tidak ada kompartemen medial (tepi dalam) karena itulah, tulang pada betis disebut tulang ‘kering’ karena tidak memiliki otot yang melapisi tulang di bagian tepi dalam.
Nyeri betis bagian belakang bisa muncul dari struktur-struktur, baik bagian superfisial maupun profundus, yang berperan dalam proses berlari.
Proses berlari sendiri dibagi menjadi enam fase;
Semua fase ini harus berjalan dengan mulus dan lancar hanya untuk melakukan satu langkah berlari, dan pada semua langkah berlari ini, otot betis bagian belakang berperan dalam menggerakkan kaki dan membantu otot-otot paha untuk menggerakkan tungkai.
Nyeri betis bagian belakang saat berlari kemungkinan besar disebabkan oleh keseleo/strain dari otot betis, yang dicetuskan karena kurangnya pemanasan, teknik berlari yang kurang benar, atau cedera karena penggunaan otot betis berlebih.
Keseleo otot betis sampai menimbulkan robekan otot ini disebut tennis leg karena biasa juga muncul pada pemain tenis yang harus mengejar bola dalam waktu singkat, sehingga ‘ledakan’ atau burst dari gerakan mendadak ini dapat menimbulkan cedera pada otot betis, terutama pada mereka yang tidak melakukan pemanasan atau menggunakan teknik berlari yang benar.
Tennis leg merupakan sebab tersering, tapi bukan satu-satunya.
Kondisi-kondisi lain seperti sumbatan pembuluh darah betis, pengapuran pada urat tendon betis, jepitan saraf pada daerah betis, dan kondisi yang disebut chronic exertcional compartmen syndrome yang muncul karena peningkatan tekanan di dalam kompartemen otot yang disebabkan oleh bertambahnya aliran darah saat berolahraga pun dapat menimbulkan keluhan nyeri betis bagian belakang
Sehingga bisa dikatakan, tennis leg akan bergejala nyeri betis bagian belakang, tapi tidak semua gejala demikian adalah tennis leg, sehingga diperlukan pemeriksaan terstruktur dan terarah oleh dokter yang berpengalaman menangani masalah seperti ini untuk mengetahui sebab pasti dari keluhan serupa.
Gejala nyeri betis bagian belakang setelah berlari atau menggerakkan pergelangan kaki secara mendadak dapat dicurigai sebagai tennis leg, tapi harus dilakukan pemeriksaan lengkap agar mengetahui derajat keparahan penyakit ini, yang akan berpengaruh kepada terapi dan penanganan selanjutnya.
Tennis leg sendiri memiliki derajat keparahan I, II, dan III. Pada derajat I, terdapat nyeri betis bagian belakang tajam yang dirasakan saat atau setelah beraktivitas dan tidak menutup kemungkinan penderita dapat melanjutkan aktivitas tanpa nyeri atau hanya dengan sedikit perasaan tidak nyaman, seperti betis terasa penuh.
Pada pemeriksaan penunjang lanjutan seperti ultrasonografi otot, tulang, dan sendi, tidak akan didapatkan robekan pada otot (otot gastrocnemius bagian medial/tengah yang paling sering mengalami robekan) dan istirahat serta pengobatan dengan anti-nyeri saja dapat mengatasi gejala.
Pada derajat II, akan dirasakan nyeri betis bagian belakang tajam yang muncul saat atau setelah aktivitas yang bertambah berat sehingga aktivitas tidak dapat dilanjutkan. Bisa terdapat pembengkakan sampai memar ringan karena terdapat robekan pada otot, serta terdapat pembatasan fungsi
Keseleo betis derajat III menimbulkan robekan otot yang cukup besar, sehingga aktivitas pasti tidak akan bisa dilanjutkan. Robekan otot ini akan sangat memengaruhi fungsi otot, sehingga pergelangan kaki tidak akan bisa ditekuk ke bawah (karena hilangnya hubungan antara tulang tumit dengan otot yang berfungsi menarik pergelangan kaki ke bawah) serta dapat dijumpainya ‘cerukan’ pada betis, yang menandakan daerah robekan otot.
Penanganan umum cedera otot, tulang, dan sendi yang bukan patah tulang adalah menggunakan prinsip PRICE yaitu:
Prinsip PRICE ini dilakukan selama satu sampai dua hari. Apabila nyeri betis bagian belakang tidak berkurang, segera konsultasikan dengan dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pada strain derajat I dan II, dokter dapat menangani kerusakan pada otot secara konservatif (tanpa operasi). Keluhan nyeri akan ditangani dengan peresepan obat anti-radang dan nyeri yang diawasi penggunaannya.
Obat-obat anti-radang dan nyeri dapat berupa oles (krim, gel), obat minum, dan suntikan. Suntikan anti-radang akan memberikan efek instan dalam meredakan nyeri.
Dokter dapat melakukan pemeriksaan ultrasonografi otot, tulang, dan sendi untuk memeriksa keadaan otot dan ukuran robekan serta ada tidaknya genangan darah di robekan otot. Apabila terdapat robekan dengan perdarahan, dokter akan menyedot darah terlebih dahulu sebelum menyuntikkan obat anti-radang untuk meredakan nyeri.
Suntikan lain yang dapat diberikan adalah platelet-rich plasma (PRP) yang merupakan terapi regeneratif dengan memanfaatkan faktor-faktor pertumbuhan alami yang terdapat di dalam sel trombosit darah pasien sendiri. Terapi ini terbukti dapat memperbaiki dan bahkan menyembuhkan robekan otot yang belum memerlukan operasi.
Terapi fisik dapat dilakukan setelah terjadi penyembuhan robekan otot. Jenis-jenis terapi seperti terapi termal (panas dan dingin), terapi sinar (inframerah), terapi gelombang kejut (extracorporeal shockwave therapy/ESWT), dan terapi listrik (transcutaneous electrical nerve stimulation/TENS) dapat digunakan untuk meredakan kekakuan dan mempercepat penyembuhan jaringan.
Pada robekan derajat III yang masif, dapat dipertimbangkan tindakan operasi untuk menyambung kembali serat otot yang robek. Operasi dapat dilakukan apabila pasien mengalami kontraktur (perlengketan pada otot-otot yang robek), penurunan fungsi dari otot sampai lebih dari 50%, dan terapi-terapi konservatif tidak berhasil mengurangi gejala.
Pencegahan adalah obat terbaik bagi segala macam penyakit, dan tennis leg adalah penyakit yang dapat dicegah dengan memperhatikan aspek-aspek yang dapat mencetuskan kondisi ini.
Pemanasan dan peregangan terbukti dapat mengurangi risiko cedera pada olahraga. Setelah dilakukan pemanasan dan peregangan secara menyeluruh, barulah olahraga utama dilakukan, diikuti dengan pendinginan dan fase istirahat.
Jangan mendorong tubuh untuk melampaui batas kemampuan diri sendiri. Hentikan segera latihan apabila merasakan nyeri bagian belakang betis maupun pada tumit, dan beristirahat.
Memaksakan latihan pada bagian tubuh yang nyeri hanya akan meningkatkan risiko cedera. Ketahui juga olahraga yang tepat untuk kondisi Anda. Tennis leg merupakan kondisi yang dapat berulang, dan akan semakin sulit sembuh setiap kali terjadi kembali. Konsultasikan dengan dokter Anda mengenai olahraga yang tepat bagi kondisi Anda saat ini.
Untuk keterangan dan informasi lebih lanjut, hubungi Klinik Flex Free agar Anda bebas beraktivitas, bebas berkarya, dan bebas nyeri setiap hari.
Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.
Klinik Flex-Free Jakarta Utara
Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421Klinik Flex-Free Bandung
Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806Klinik Flex-Free Jakarta Selatan
The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561