Mengenali Skoliosis pada Anak dan Penanganannya

Kamis, 08 Maret 2018
dr. Ferius Soewito, SpKFR
Kamis, 08 Maret 2018
dr. Ferius Soewito, SpKFR

Sumber gambar: http://muscleandjoint.ca/scoliosis/

Postur tubuh yang baik dibentuk oleh tulang belakang dan strukturnya serta distabilkan oleh otot dan ligamen.

Tulang belakang pada manusia tersusun atas tulang-tulang vertebra yang bertumpuk dan terdapat bantalan bernama diskus di antara tulang-tulang vertebra tersebut.

Tulang belakang yang sehat dapat dilihat dari samping membentuk suatu kurva yang tujuannya untuk mengurangi hentakan (impact) pada tulang belakang akibat pergerakan dan gravitasi.

Kelainan pada kurva-kurva tersebut dapat membuat masalah medis, fungsional maupun estetis.

Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang ditandai dengan melengkungnya garis tulang belakang ke arah samping, skoliosis dialami oleh 3-30% populasi dunia, namun hanya 0.25% yang mencari pengobatan.

Berdasarkan penyebabnya, skoliosis dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama adalah skoliosis yang disebabkan oleh kelainan medis lain seperti cerebral palsy, penyakit saraf dan otot seperti motor neuron disease.

Sedangkan kelompok kedua adalah skoliosis tanpa sebab yang jelas (idiopatik). Skoliosis jenis kedua tersebut merupakan skoliosis yang paling sering ditemukan.

Penyebab skoliosis idiopatik sampai saat ini belum jelas. Beberapa penelitian berasumsi adanya gen tertentu yang menyebabkan kesimetrisan pertumbuhan lempeng tulang terganggu.

Berdasarkan usia terjadinya, skoliosis dapat di temukan pada usia 0 – 3 tahun (infantile), 3 - 9 tahun (juvenile), dan pada usia 9-18 tahun (adolescent).

Berikut akan lebih dibahas skoliosis pada adolescent yang kemungkinan progresivitasnya lebih tinggi.

Skoliosis adolescent terjadi pada saat anak puber dan pertumbuhan tinggi badannya sangat pesat.

Pada fase terbut kemungkinan perburukan skoliosis cukup besar namun kemungkinan untuk dapat dikoreksinya juga besar.             

Gangguan yang terjadi akibat skoliosis seringkali berupa gangguan estetika sehingga dapat mengurangi tingkat kepercayaan diri, selain itu, pasien juga dapat mengeluh nyeri pinggang yang disebabkan karena ketegangan otot–otot di pinggang dan punggung maupun karena gangguan pada syarafnya.

Gangguan pada syaraf juga dapat menyebabkan kelemahan atau gangguan sensorik.

Skoliosis berat yang terjadi daerah dada dapat menyebabkan gangguan pengembangan paru sementara skoliosis yang terjadi di daerah pinggang (lumbal) dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan kaki karena ketidaksimetrisan pertumbuhan tulang.

Skoliosis dapat terdeteksi dari gejala seperti nyeri pinggang yang berulang pada anak, namun lebih sering tanpa gejala apa-apa sehingga biasanya terdeteksi oleh orangtua yang melihat postur tubuh anaknya yang

  1. tampak miring atau terputar,
  2. bahu kanan dan kiri yang tidak simetris,
  3. terdapat tonjolan pada punggung (hump)
  4. panggul yang tidak simetris.

Apabila ditemukan gejala seperti di atas segeralah ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan.

Pasien dengan skoliosis

Sumber: http://www.britscoliosissoc.org.uk/patient-information/scoliosis-overview

Dokter akan memeriksa kesegarisan tulang belakang dan putarannya. Selain itu, dokter juga akan memeriksa kesimetrisan panjang kaki.

Pemeriksaan definitif untuk skoliosis adalah pemeriksaan rontgen. Pemeriksaan rontgen yang minimal harus dilakukan adalah pemeriksaan yang mencakup seluruh tulang belakang (dari tulang servikal hingga sakral).

Dengan pemeriksaan rontgen dapat dilihat lokasi skoliosis dengan lebih akurat, derajatnya dan apakah ada kelainan lain (kifosis, pergeseran tulang belakang, fraktur, dan lain-lain).

Dokter akan mengukur derajat kurva yang dinamakan sudut Cobbs dari pemeriksaan rontgen.

Dari foto rontgen dokter juga dapat menilai tingkat maturasi tulang seorang anak. Tingkat maturasi akan menentukan kemungkinan si anak masih bertumbuh atau tidak.

Pemeriksaan rotasi tulang belakang akibat skoliosis

Sumber: https://scoliosis3dc.com/evaluating-scoliosis-scoliometer/

Pemeriksaan kesegarisan tulang belakang

Sumber: http://www.aboutkidshealth.ca/En/ResourceCentres/Scoliosis-Parents/UnderstandingDiagnosis/Pages/The-Physical-Exam.aspx

Saat ini terdapat 2 jenis tatalaksana skoliosis pada anak, yaitu non-operatif dan operatif.

Tatalaksana non-operatif mencakup terapi latihan dan penggunaan bracing.

Tindakan non-operatif biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan pada skoliosis yang tidak berat (sudut Cobbs di bawah 40-50 derajat), tanpa komplikasi atau yang tidak progresif.

Berdasarkan sudut kurvanya, tatalaksana non operatif dapat dilakukan dengan latihan terapeutik saja maupun dengan kombinasi latihan terapeutik dan brace.

Latihan terapeutik yang dilakukan harus individual dan bergantung pada kondisi kurva maupun apakah terdapat komplikasi atau tidak.

Beberapa jenis olahraga seperti yoga dan pilates bisa membantu. Namun pelaksanaannya tetap harus personal dan dengan monitor yang ketat.

Terapi dengan latihan saja dapat diberikan pada skoliosis dengan sudut Cobbs di bawah 20 derajat.

Brace diberikan bila sudut Cobbs 20-50 derajat. Brace adalah alat yang dipasangkan pada tubuh, untuk menyangga atau menopang tulang belakang sehingga membatasi kemiringan pada saat tulang belakang bertumbuh.

Dengan pemakaian brace, latihan tetap harus dilakukan di dalam dan luar brace.

Hard Brace

Sumber: http://www.warrenchiro.com/scoliosis-braces-navigating-the-differing-types

Saat ini, brace untuk skoliosis tidak hanya hard brace.

Dynamic brace (Spinecor®)  juga digunakan, dan dari penelitian memiliki efektivitas yang cukup baik.

Dynamic brace menggabungkan konsep latihan terapeutik dan bracing.

Pasien diajarkan gerakan korektif dan gerakan korektif tersebut diarahkan oleh brace. Beberapa kelebihan dynamic brace adalah brace tidak terlalu terlihat dari luar karena sifatnya soft (tidak mengandung plat atau besi).

Selain itu brace juga dapat dipakai pada saat tidur. Hal tersebut penting karena pada saat tidur hormon pertumbuhan akan diproduksi dalam jumlah yang lebih banyak.

Selain itu, karena otot tulang belakang dilatih dalam postur yang terbaik, diharapkan setelah brace dilepas, otot tulang belakang yang akan menjaga agar skoliosis tidak kembali lagi. Namun hal tersebut masih perlu dibuktikan dalam penelitian jangka panjang.

Dynamic Brace (Spinecor®)

Sumber: http://www.spinecor.com/Home.aspx

Pemakaian dynamic brace bisa saja tidak membutuhkan latihan lagi karena sudah merupakan kombinasi dengan latihan, namun pada beberapa kasus, latihan di luar pemakaian brace bisa saja diperlukan.

Banyak penelitian sudah membuktikan efektivitas Dynamic Brace untuk penanganan skoliosis. Berikut adalah salah satu contoh kasus yang berhasil ditangani oleh Dynamic brace di Flexfree.

Foto rontgen sebelum memakai Dynamic Brace dan ketika memakai Dynamic Brace

Tindakan operatif diperlukan bila sudut Cobbs sudah lebih dari 40-50 derajat, terdapat gangguan lain (gangguan syaraf seperti kesemutan, mati rasa, atau kelemahan tungkai), atau bila kurva memburuk dengan cepat.

Tidak jarang pasien skoliosis sudah ditemukan pada kurva yang lebih besar, hal tersebut disebabkan pasien tidak mengeluhkan gejala apa-apa.

Orangtua sebagai orang terdekat anak berperan sangat penting dalam deteksi skoliosis.

 

 

 

Catatan: Artikel ini sudah pernah tayang di Tabloid MD edisi Maret 2017 dengan penulis yang sama


Buat Kunjungan

Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.

Klinik Flex-Free Jakarta Utara

Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara

Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421

Klinik Flex-Free Bandung

Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat

Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806

Klinik Flex-Free Jakarta Selatan

The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561