Pada bagian pertama artikel kenalan ini, kita sudah melihat selayang pandang sejarah dan pelayanan rehabilitasi medik atau kedokteran fisik dan rehabilitasi. Pada bagian ke-2 ini, kita akan berkenalan lebih dalam dengan sub-bagian dari spesialisasi ini serta layanan dan penyakit apa saja yang dapat dilakukan oleh subspesialisasinya.
Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.K.F.R.) menangani pasien dari berbagai populasi dan semua rentang usia. Oleh karena itu, dengan adanya subspesialisasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan penatalaksanaan dari populasi serta kelompok usia yang khusus ini.
Terdapat 5 subspesialisasi atau divisi dari kedokteran fisik dan rehabilitasi, yaitu:
Spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi subspesialis pediatri menangani masalah fungsi pada populasi neonatus, bayi, balita, anak dan remaja.
Secara definisi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) adalah semua manusia berusia 0–18 atau 21 tahun, sementara di Indonesia, definisi pediatri sendiri mencapai usia 18 tahun.
Fungsi seorang anak bergantung pada usianya, di mana pada awal kehidupan, perolehan kemampuan fungsi dasar seperti berpindah tempat, makan dan minum, bermain serta bersosialisasi dalam tingkat dasar merupakan aspek yang harus dimiliki untuk mampu berfungsi pada tingkatan yang lebih kompleks. Fungsi-fungsi dasar ini memiliki rentang usia spesifik di mana pada anak normal akan tercapai dengan stimulasi yang cukup dan aspek eksternal (gizi dan prasarana untuk tumbuh) yang memadai.
Subspesialis pediatri akan menangani gangguan fungsi yang muncul, baik itu merupakan suatu keterlambatan atau delay dan suatu gangguan atau disorder. Pada keterlambatan, seorang anak relatif tidak memiliki gangguan di sistem organ tetapi memiliki keterlambatan yang kentara dibandingkan anak dengan populasi usia yang sama.
Keterlambatan ini dapat berupa keterlambatan motorik kasar (belum mampu berdiri atau berjalan), motorik halus (belum mampu menggenggam atau menulis), sosial (belum mampu berinteraksi dengan teman sebaya) dan komunikasi (belum mampu berbicara atau memahami perintah) tanpa adanya penyebab medis yang mungkin bisa menimbulkan suatu kondisi keterlambatan tersebut.
Pada kondisi gangguan atau disorder, ada kondisi medis dasar yang menjadi latar belakang terjadinya gangguan fungsi pada anak, misalkan pada penyakit epilepsi atau ayan, palsi serebral (lumpuh otak) dan kondisi bawaan lahir seperti bibir sumbing dan hidrosefalus.
Pada kondisi seperti palsi serebral, gangguan kontrol gerak dan postur yang muncul akan bertahan seumur hidup dan memburuk seiring waktu karena munculnya komplikasi atau penyulit. Adalah tugas seorang spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi dalam memberikan intervensi sebagai pencegahan penyulit tersebut dan menatalaksana apa yang masih bisa ditingkatkan pada anak.
Pada kondisi lain yang mampu pulih seperti tuberkulosis paru, yang terganggu adalah kapasitas fungsi dari paru-paru anak yang mungkin menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari seperti mudah lelah dan tidak mampu bermain dengan teman sebayanya. Latihan dan intervensi rehabilitasi dapat menangani masalah ini.
Gambar 1. Intervensi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Anak
Pasien-pasien dewasa (18 tahun ke atas) yang memiliki masalah pada sistem organ otot, tulang dan sendi akan ditangani oleh divisi atau subspesialis muskuloskeletal. Kondisi-kondisi nyeri baik akut maupun kronis, seperti yang disebabkan oleh karena cedera pada atlet atau pengapuran (osteoartritis) dan peradangan sendi lainnya akan mendapatkan tatalaksana pemulihan fungsi dari divisi ini.
Gangguan sistem muskuloskeletal meliputi otot, tulang dan sendi yang meliputi di dalamnya tapi tidak terbatas pada urat putih otot (tendon), ligamen, dan struktur penyokong sendi lainnya (bursa, kapsul sendi, meniskus).
Penanganan lainnya adalah cedera olahraga yang biasa terjadi pada kondisi akut, kanker dan penyulit yang ditimbulkannya serta penanganan intervensional baik dengan panduan ultrasonografi atau teknologi mutakhir lainnya seperti C-arm di ruang operasi.
Pada tatalaksana di bidang muskuloskeletal, populasi yang ditangani adalah populasi dewasa muda sampai pra-lansia (60 tahun ke atas dan tidak mampu mencari nafkah untuk dirinya sendiri). Kondisi seperti patah tulang, luka bakar serta kondisi nyeri punggung bawah yang tidak disebabkan oleh suatu penekanan akar saraf menjadi perhatian dari subspesialisasi muskuloskeletal.
Pemulihan fungsi dari kondisi-kondisi yang akut cenderung akan relatif lebih jelas tampak dibandingkan kondisi kronis, akan tetapi penanganan dan pencegahan kecacatan yang komprehensif dilakukan akan memberikan manfaat yang besar seperti pada mereka yang memerlukan kaki palsu, pengukuran dan persiapan puntung organ yang mengalami amputasi akan dilakukan oleh divisi muskuloskeletal.
Gambar 2. Pembebatan Pada Tungkai Yang Diamputasi, Salah Satu Upaya Pencegahan Kecacatan dan Persiapan Pembuatan Prostesis/Kaki Palsu
Pada subspesialisasi ini, populasi yang ditangani memiliki suatu kekhususan, yaitu mengalami gangguan fungsi pada sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) dan pernapasan (respirasi).
Gangguan fungsi ini dapat disebabkan oleh banyak hal, terutama adalah mereka yang menjalani operasi pada daerah dada (operasi bedah pintas arteri koroner atau bypass surgery, intervensi koroner perkutan primer atau primary PCI), kondisi infeksi paru-paru seperti tuberkulosis, penyakit paru menahun atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker paru.
Pada kondisi-kondisi di atas akan terjadi suatu batasan serta penurunan dari kemampuan jantung dan paru untuk melaksanakan fungsi dasarnya yaitu memompa darah ke seluruh tubuh dan menyuplai oksigen yang penting bagi aktivitas sehari-hari sampai ke tingkatan selular.
Subspesialis kardiorespirasi akan menangani pasien mulai dari saat pasien masuk rawat inap, di mana penilaian terhadap fungsi akan dilakukan serta pemberian tatalaksana rehabilitasi untuk membantu kapasitas fungsional sedari sebelum tindakan bedah.
Pada tatalaksana rehabilitasi pasien sistem kardiovaskular, akan ada 3 fase yang dijalani. Fase ke-1 atau inpatient rehabilitation akan dijalani saat seseorang masih di rawat inap, mulai dari saat pasien dirawat sampai pasien akan pulang.
Penanganan yang diberikan bertujuan untuk menangani penyulit atau komplikasi dari pembedahan dan kondisi tirah baring lama yang akan memperburuk luaran pasien. Fase ke-2 akan dilakukan di rawat jalan, di mana seorang pasien akan menjalani uji latih dan latihan serial untuk meningkatkan kapasitas fungsionalnya.
Latihan ini akan diawasi oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi untuk mencegah terjadinya efek simpang dari latihan dan intoleransi latihan.
Fase ke-3 dilaksanakan bila fase ke-2 telah dilewati dan merupakan latihan berbasis rumah yang harus dilakukan oleh pasien agar kapasitas fungsional yang telah didapat saat fase ke-2 tidak berkurang.
Gambar 3. Ilustrasi Tatalaksana Rehabilitasi Jantung Yang Disupervisi Dokter
Tatalaksana rehabilitasi pernapasan dilakukan dengan prinsip yang sama seperti tatalaksana rehabilitasi jantung, di mana kapasitas fungsional paru-parulah yang menjadi fokus.
Pada umumnya suatu masalah paru-paru akan dibagi 2, yaitu obstruktif dan restriktif, di mana pada kondisi obstruktif jalan napas akan terhalang (tersumbat) sesuatu, seperti adanya riak lendir pernapasan atau jalan napas yang menyempit, sementara pada kondisi restriksi, pengembangan rongga dada secara keseluruhan dapat terhambat karena adanya masalah pada dinding dada maupun jaringan paru sendiri yang mengalami suatu pengerutan karena adanya cedera atau sisa dari suatu infeksi atau operasi.
Latihan yang diberikan berupa latihan pernapasan yang akan memberikan tahanan atau resistensi pada siklus pernapasan, baik inspirasi (menghirup napas) maupun ekspirasi (membuang napas).
Gambar 4. Spirometri Insentif Sebagai Satu Alat Latihan Rehabilitasi Pernapasan
Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.
Klinik Flex-Free Jakarta Utara
Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421Klinik Flex-Free Bandung
Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806Klinik Flex-Free Jakarta Selatan
The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561