Pada bagian terakhir ini, kita akan berkenalan dengan 2 subspesialisasi terakhir di bidang kedokteran fisik dan rehabilitasi, yaitu subspesialisasi neuromuskular dan geriatri.
Seperti namanya, kondisi neuromuskular (saraf dan otot) memiliki kekhususan sendiri dalam kedokteran fisik dan rehabilitasi, di mana tidak hanya saraf merupakan sistem tubuh yang sulit untuk menyembuh, tapi gangguan pada saraf akan memengaruhi otot (muskular) yang akan berujung pada gangguan gerak sehingga akan mengganggu produktivitas dan aktivitas sehari-hari.
Masalah sistem saraf secara garis besar dapat dibagi 2, yaitu sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) serta saraf tepi atau perifer (yang mempersarafi otot dan organ dalam).
Pada suatu masalah sistem saraf pusat seperti stroke pada otak dan cedera sumsum tulang belakang atau spinal cord injury (SCI) akan muncul gejala-gejala khas seperti kekakuan (spastisitas) dan munculnya gerakan tidak diinginkan seperti klonus pada kaki atau kedutan pada anggota gerak lainnya.
Kondisi-kondisi ini akan menghalangi pergerakan yang optimal, terlebih lagi pada kondisi yang memengaruhi otak (parkinson, stroke, dan cedera kepala) kognisi atau kemampuan intelegensia seseorang akan sedikit banyak terganggu. Hal ini akan memberikan beban, tidak hanya bagi penderita tapi juga pada perawat dan keluarga pasien.
Kondisi tulang belakang, tergantung dari ketinggian kerusakannya akan memberikan dampak bagi sistem saraf otonom seperti gangguan buang air kecil dan buang air besar, gangguan pada sistem pernapasan karena lumpuhnya otot napas dan tentunya kelumpuhan.
Masalah sistem saraf tepi tidak kalah pentingnya untuk menjadi perhatian. Pada kondisi seperti kencing manis (diabetes mellitus), sindroma Guillain-Barre dan Bell’s Palsy, kerusakan saraf dapat bersifat permanen dan memburuk seiring waktu.
Kerusakan saraf tepi dapat memengaruhi sistem peraba dan perasa dan mengganggu keseimbangan, yang tentunya akan berpengaruh pada aktivitas dan cara seseorang merawat diri.
Pada kondisi-kondisi neuromuskular, tatalaksana rehabilitasi medik haruslah memperhatikan waktu terjadinya suatu lesi.
Pada kondisi akut (biasa di bawah 7 hari) tatalaksana rehabilitasi akan dilakukan di rawat inap bagi kondisi-kondisi berat seperti stroke dan cedera kepala. Penanganan berfokus pada pencegahan efek buruk dari tirah baring dan memberikan rangsangan secepatnya tanpa memperburuk kondisi medis.
Pada fase subakut (sampai 6 bulan) disinilah pemulihan dan rehabilitasi paling optimal dapat terjadi. Tatalaksana kedokteran fisik dan rehabilitasi pada fase kronis (di atas 6 bulan) akan memanfaatkan apa yang telah diperoleh dan masih dimiliki pada fase subakut, dan memberikan modifikasi dan kompensasi bagi kehidupan sehari-hari
Gambar 1. Latihan Berjalan Sebagai Salah Satu Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Neuromuskular
Populasi terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah populasi geriatri atau lanjut usia (lansia). Potensi masalah fungsi terjadi pada populasi ini lebih tinggi terutama karena selain adanya masalah medis yang terjadi, proses penuaan (aging) pun berlangsung selama hidup seluruh manusia yang akan menjadi pemberat dari proses medis yang terjadi.
Subspesialis geriatri tidak hanya menelaah gangguan fungsi tidak hanya dari aspek medis tapi juga dari aspek sosial dan psikologis pasien. Seorang pasien geriatri akan mengalami penuaan di semua aspek termasuk pada sistem saraf, yang dapat berupa pengecilan otak (atrofi), demensia (pikun) dan kondisi psikiatris atau kejiwaan seperti agitasi (gelisah).
Kondisi ini akan diperberat dengan situasi sosial yang tidak mendukung terhadap masalah fungsi penderita, seperti tidak adanya pengurus, kurangnya interaksi dengan sesama atau mereka yang sebaya, sampai penelantaran dan kualitas hidup yang tidak mumpuni.
Kondisi lain yang akan memperburuk kondisi hidup seorang geriatri adalah yang disebut sebagai sarkopenia. Sarkopenia sendiri didefinisikan sebagai kehilangan massa otot yang terkait usia disertai dengan kelemahan otot yang mengikutinya.
Hal ini akan menimbulkan banyak kondisi lain yang dapat berakibat fatal bagi seorang geriatri seperti patah tulang. Kondisi sarkopenia ini tidak dapat dipulihkan dan hanya dapat dicegah perburukannya.
Kondisi sarkopenia juga terjadi mulai dari dekade ke-4 (usia 30-an) kehidupan dan akan berlangsung terus menerus. Pencegahan dan olahraga sejak dini menjadi prioritas dalam menangani sarkopenia.
Nyeri juga menjadi satu fokus dalam bidang geriatri. Keluhan nyeri atau sakit pada lansia biasa disebabkan karena adanya suatu patah tulang yang tidak disadari maupun adanya masalah otot, tulang, sendi dan saraf lainnya yang tidak terdeteksi sejak dini.
Kondisi patah tulang yang patologis (fraktur patologis) juga merupakan kondisi yang harus diwaspadai pada geriatri, terlebih karena berkurangnya kepadatan tulang dikarenakan kurangnya aktivitas serta proses penuaan, trauma kecil yang tidak akan bermasalah pada populasi muda bisa menimbulkan patah tulang yang parah pada populasi geriatri.
Kedokteran fisik dan rehabilitasi memainkan peran penting dalam pencegahan kondisi-kondisi ini. Karena tatalaksana pasien dari segala usia, penerapan latihan baik penguatan maupun olahraga jantung (kardio) haruslah dimulai sejak dini, meski pada populasi sehat.
Penatalaksanaan pada kedokteran fisik dan rehabilitasi juga haruslah melibatkan keluarga dan pengurus pasien, memepertimbangkan kondisi sosial, ekonomi dan psikologis pasien serta keluarga, dan mencari jalan keluar sebagai suatu tim yang melihat suatu kondisi gangguan fungsi dari sisi pasien sebagai manusia, bukan hanya sebagai sekumpulan gejala dan gangguan fungsi.
Penanganan pada bidang geriatri berlangsung sampai pada tahap paliatif (saat suatu penyakit telah mencapai titik akhir keparahannya dan tidak mungkin dipulihkan) dan end-of-life atau kondisi dimana seseorang telah mencapai titik akhir hidupnya.
Kenyamanan dan kualitas dari kondisi akhir hidup seseorang menentukan dignity atau harga diri saat seseorang mencapai akhir hayatnya. Spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi subspesialis geriatri berfokus pada masalah-masalah ini, meski tidak terbatas dalam praktiknya.
Gambar 2. Ilustrasi Penatalaksanaan Pada Populasi Geriatri; Mengutamakan Kenyamanan dan Dignity Dalam Proses Pemulihan
Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.
Klinik Flex-Free Jakarta Utara
Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421Klinik Flex-Free Bandung
Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806Klinik Flex-Free Jakarta Selatan
The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561