Terapi Extracorporeal Shock Wave (ESWT) untuk Rehabilitasi stroke

Kamis, 04 Juli 2019
dr Gaby Venera
Kamis, 04 Juli 2019
dr Gaby Venera

Stroke adalah suatu penyakit yang menyumbat pembuluh darah otak sehingga menimbulkan hambatan aliran darah yang membawa oksigen ke otak. Gangguan suplai darah ini menyebabkan gangguan fungsi otak.

Stroke dapat muncul akibat adanya thrombosis (pembentukan gumpalan darah di otak), embolisme (pembentukan benda asing seperti gelembung udara atau lepasan gumpalan darah), atau perdarahan aktif. Stroke menjadi penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia.

Gejala stroke muncul beragam bergantung dari area otak yang mengalami sumbatan,

  1. mulai dari kesemutan disertai kelemahan salah satu sisi wajah dan/atau anggota gerak,
  2. gangguan kemampuan berbicara seperti
  • bicara cadel,
  • tidak beraturan,
  • tidak dapat memahami ucapan orang lain,
  • atau tidak mampu bicara sama sekali,
  1. gangguan pandangan,
  2. sakit kepala,
  3. pusing,
  4. mual dan muntah,
  5. dan gangguan koordinasi tubuh.

Apabila gejala menghilang dalam 24 jam maka disebut dengan Transient Ischemic Attack (TIA), namun apabila berlangsung lebih dari 24 jam maka disebut dengan stroke.

Faktor risiko terjadinya stroke dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

  • Risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
  1. Usia. Angka kejadian stroke meningkat saat berusia di atas 55 tahun
  2. Jenis kelamin. Lebih sering pada pria dibandingkan wanita
  3. Riwayat stroke pada keluarga
  • Risiko yang dapat dimodifikasi:
  1. Hipertensi. Darah tinggi 7 kali lipat meningkatkan risiko stroke hemoragik (perdarahan) dan iskemik (sumbatan)
  2. Pernah mengalami Transient Ischemic Attack (TIA).

Lima persen pasien TIA mengalami stroke dalam rentang waktu 1 bulan setelah kejadian awal dan 14% dalam rentang 1 tahun apabila tidak mendapat penanganan yang memadai

  1. Penyakit jantung. Penyakit Atrial Fibrilasi (AF) meningkatkan risiko sebesar 5 kali.

Penyakit gagal jantung kongestif dan jantung koroner meningkatkan risiko sebesar 2 kali

  1. Diabetes mellitus. Diabetes, baik terkontrol maupun tidak terkontrol, meningkatkan risiko sebesar 2kali.
  2. Perokok. Merokok meningkatkan 2 kali terjadinya stroke iskemik
  3. Tingginya hormon estrogen oleh karena konsumsi pil Keluarga Berencana (KB)
  4. Penyakit hiperkoagulasi
  5. Hiperlipidemia/kolesterol tinggi
  6. Migrain
  7. Obesitas/berat badan berlebih

Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien dan/atau keluarga dan melakukan pemeriksaan fisik. Untuk menegakkan diagnosid dan menentukan luas area dan posisi stroke maka dokter akan meminta untuk dilakukan pemeriksaan CT-scan dengan atau tanpa kontras atau MRI.

Komplikasi seperti gangguan neuromuskular (saraf, otot, tulang, sendi) dan gangguan kejiwaan (depresi) dapat muncul paska stroke.

Komplikasi ini mengakibatkan disabilitas yang berpengaruh pada kondisi fisik, perilaku, kemampuan kognitif, kemampuan interaksi sosial, berbicara dan bersuara, dan beradapatasi terhadap lingkungan.

Besarnya disabilitas paska stroke bergantung dari cepat dan tepatnya penatalaksanaan stroke pada masa akut (3-6 jam sejak muncul gejala pertama).

Perawatan pemulihan dan rehabilitasi paska stroke bertujuan untuk memaksimalkan fungsi otak yang tidak mengalami sumbatan sehingga tidak menurunkan kualitas hidup, meningkatkan nyeri, dan munculnya kontraktur sendi.

Komplikasi yang paling sering muncul adalah kekakuan otot yang disebut dengan spastisitas. Spastisitas yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan pemendekan otot dan kontraktur tendon serta jaringan lunak.

Spastisitas diiringi dengan kelemahan dan kurangnya koordinasi. Ketiganya akan menimbulkan gangguan gaya berjalan dan kesulitan penggunaan ekstremitas atas. Terdapat sejumlah terapi farmakologis dan non- farmakologis untuk mengatasi spastisitas.

Terapi farmakologis seperti baclofen, tizanidine, benzodiazepine; terapi injeksi botulinum toxins, alkohol, dan fenol.

Terapi non-farmakologis antara lain

  • intervensi fisik (peregangan, pergerakan pasif),
  • Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS),
  • Transcranial Direct Current Stimulation (tDCS),
  • stimulasi vibrasi seluruh tubuh,
  • Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (TMS),
  • ultrasound terapeutik,
  • dan yang sekarang sedang dikembangkan adalah Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT).

ESWT menggunakan energi berbasis pulsasi akustik dengan radial Extracorporeal Shock Wave Therapy (rESWT) yang menggunakan energi rendah hingga medium dan focused Extracorporeal Shock Wave Therapy fESWT dengan energi tinggi.

Penggunaan rESWT terbukti lebih efektif daripada fESWT oleh karena dapat diaplikasikan pada area otot yang lebih luas dibandingkan dengan fESWT. ESWT dapat digunakan untuk menangani masalah otot, tulang, dan sendi.

Dari penelitian yang ada, terapi ESWT dinyatakan efektif dan aman, tidak memberikan efek samping serta dapat dikombinasikan dengan terapi lainnya.

ESWT bekerja meningkatkan sintesis Nitric Oxide (NO) sehingga mengurangi peradangan tendon, meningkatkan fungsi saraf perifer, dan mencegah pengecilan otot.

ESWT yang dilakukan sebanyak 1 kali dalam seminggu terbukti mengurangi rasa nyeri pada 80% pasien serta mulai mengurangi spastisitas pada terapi minggu ke-4.

Terapi ini dapat dilakukan hingga lebih dari 12 kali.

Apabila spastisitas sudah dilakukan terapi farmakologis dan terapi fisik namun tidak memberikan hasil yang diharapkan maka disarankan untuk dilakukan tindakan pembedahan.

 

Referensi

  1. Cucurullo : Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. 2015.
  2. Cramer SC, Wolf SL, AdamsJr HP, Chen D, Dromerick AW, et al. Stroke Recovery and Rehabilitation Research. Ahajournal. 2017; 48: 813-819.
  3. Lee JY, Kim SN, Lee IS, Jung H, Lee KS, et al. Effect of Extracorporeal ShockWave Therapy on Spasticity in Patients after Brain Injury : A Meta-analysis. J Phys Ther Sci. 2014; 26: 1641- 1647.
  4. Bae H, Lee JM, Lee KH. The Effects of Extracorporeal Shock Wave Therapy on Spasticity in Chronic Stroke Patients. J Korean Acad Rehab Med. 2010; 34 : 663-669.
  5. Suputtitada A. Novel Evidences of Extracorporeal Shockwave Therapy for Spasticity. J Physc Med Reabilita Stu. 2018; 1 (1) : 101
  6. Li TY, Chang CY, Chou YC, Chen LC, Chu HY, et al. Effect of Radial ShockWave Therapy on Spasticity of the Upper Limb in Patient with Chronic Stroke. Medicine (Baltimore). 2016; 95 (18)

Buat Kunjungan

Anda dapat menerima layanan dengan mengunjungi salah satu cabang kami.

Klinik Flex-Free Jakarta Utara

Ruko Italian Walk J No. 19, Dekat Pintu Masuk Gate C, Mall of Indonesia, Jl. Raya Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara

Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +62214514421

Klinik Flex-Free Bandung

Jl. Terusan Pasir Koja No 153/67, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat

Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622220580806

Klinik Flex-Free Jakarta Selatan

The Bellezza Shopping Arcade, Lantai dasar Unit SA58-60, (Ex Food Hall, Lobby Timur), Jalan Arteri Permata Hijau No.34, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Lihat di Peta Kirim Pesan WhatsApp Telp: +622125675561

Layanan Terkait Artikel